Syaikh Muhammad Ihsan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi'i - Syaikh Ihsan Jampes (1901 – 1952)

petani
By -

Syaikh Muhammad Ihsan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi'i - Syaikh Ihsan Jampes (1901 – 1952)

Syaikh Muhammad Ihsan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi'i - Syaikh Ihsan Jampes


Syaikh Muhammad Ihsan al-Jampasi al-Kadiri al-Jawi asy-Syafi'i, yang lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Ihsan Jampes (1901–1952), merupakan seorang ulama Indonesia yang terkemuka dan sangat berpengaruh yang berasal dari Kediri, Jawa Timur . Beliau memiliki keahlian mendalam dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, termasuk tasawuf (mistisisme Islam), fikih (hukum Islam), hadis (tradisi kenabian), dan falak (astronomi) . Kontribusi beliau terhadap khazanah keilmuan Islam sangat signifikan, terutama melalui karya monumentalnya, yaitu syarah (komentar) atas kitab Siraj ath-Thalibin . Laporan ini bertujuan untuk menyempurnakan dan memperkaya pemahaman tentang kehidupan dan karya Syaikh Ihsan Jampes dengan memanfaatkan data akurat yang terdapat dalam berbagai sumber penelitian yang tersedia, sehingga menghasilkan sebuah catatan yang komprehensif dan berbasis riset yang mendalam.   

Syaikh Ihsan Jampes (1901 – 1952) Kehidupan Awal dan Warisan Keluarga


Syaikh Ihsan Jampes dilahirkan pada tahun 1901 Masehi (1318 Hijriah) di Kampung Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kediri. Nama kecil beliau adalah Bakri . Ayah beliau adalah KH Dahlan bin Saleh, seorang ulama yang disegani dan pendiri Pondok Pesantren Jampes pada tahun 1886 Masehi . Ibu beliau bernama Nyai Artimah, putri dari KH Sholeh Banjarmelati Kediri .   

Dari jalur ayah, KH Dahlan merupakan putra dari KH Saleh yang berasal dari Bogor, Jawa Barat. Silsilah keluarga KH Saleh memiliki keterkaitan dengan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari Cirebon, salah satu tokoh penting di antara Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa . Keterkaitan nasab ini menunjukkan bahwa Syaikh Ihsan Jampes berasal dari keluarga yang memiliki tradisi keilmuan dan keagamaan yang kuat serta dihormati. Sementara itu, dari jalur ibu, Nyai Artimah adalah putri dari KH Sholeh Banjarmelati Kediri, yang juga merupakan seorang ulama terkemuka . KH Sholeh Banjarmelati Kediri sendiri adalah tokoh penting yang memiliki hubungan dengan pendirian beberapa pesantren besar di Kediri, termasuk Pondok Pesantren Lirboyo, Jampes, Kedunglo, dan Batokan . Hal ini semakin menegaskan bahwa Syaikh Ihsan Jampes tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan tradisi keilmuan Islam.   

Ketika Syaikh Ihsan Jampes berusia enam tahun, kedua orang tuanya bercerai. Setelah perceraian tersebut, beliau tinggal di lingkungan pesantren milik ayahnya dan diasuh oleh neneknya yang bernama Nyai Isti'anah . Nyai Isti'anah memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk karakter Syaikh Ihsan Jampes . Beliau sendiri berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang keagamaan yang kuat. Nyai Isti'anah adalah putri dari KH. Mesir dan cucu dari Kiai Yahuda dari Pacitan, yang memiliki garis keturunan hingga Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram pada abad ke-16. Selain itu, Nyai Isti'anah juga merupakan cicit dari Syekh Hasan Besari dari Tegalsari Ponorogo, yang masih memiliki keturunan dari Sunan Ampel Surabaya . Silsilah Nyai Isti'anah yang terhubung dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah dan tradisi Islam di Jawa semakin mempertegas kedalaman warisan keluarga Syaikh Ihsan Jampes.   

Menimba Ilmu: Pendidikan di Berbagai Pesantren


Setelah mendapatkan pendidikan dasar agama dari kedua orang tuanya, Syaikh Ihsan Jampes memulai perjalanan pendidikannya yang luas di berbagai pesantren di Pulau Jawa . Perjalanan ilmiah (rihlah ilmiah) ini merupakan tradisi yang umum di kalangan para ulama tradisional Indonesia, yang menunjukkan dedikasi untuk mencari ilmu dari berbagai sumber dan guru .   

Perhentian pertama beliau adalah Pesantren Bendo, Pare, Kediri, di mana beliau belajar di bawah bimbingan pamannya sendiri, KH Khozin (KH Muhajir), yang juga merupakan pendiri Pondok Pesantren Darul Hikam Bendo Pare Kediri . Memulai pendidikan formalnya dengan seorang anggota keluarga menunjukkan kuatnya tradisi keilmuan dalam keluarga. Selanjutnya, beliau melanjutkan studinya ke Pesantren Jamseran, Solo, meskipun hanya tinggal selama sekitar satu bulan . Kurikulum pesantren pada awal abad ke-20 umumnya berfokus pada teks-teks Islam klasik, tata bahasa Arab, dan mungkin juga aspek-aspek pengetahuan dan spiritualitas Jawa . Di Semarang, beliau belajar Ilmu Falak (astronomi) selama sekitar 20 hari di pesantren yang diasuh oleh KH Ahmad Dahlan, yang juga dikenal sebagai Pondok Pesantren Mangkang Semarang . KH Ahmad Dahlan Semarang adalah penulis kitab Natijat al-Miqat, yang kemudian dikomentari oleh Syaikh Ihsan dalam karyanya Tashrih al-Ibarat. Pendekatan pendidikan KH Ahmad Dahlan di Semarang bertujuan untuk mengintegrasikan mata pelajaran agama dengan pengetahuan umum, sebuah tren modernis pada awal abad ke-20 . Studi fokus Syaikh Ihsan pada astronomi di bawah bimbingan KH Ahmad Dahlan secara langsung berkaitan dengan karya beliau di bidang tersebut.   

Beliau juga belajar di Pesantren Mangkang, Semarang, yang kemungkinan merupakan pesantren yang sama dengan yang diasuh oleh KH Ahmad Dahlan . Kurikulum pesantren pada masa itu umumnya berpusat pada teks-teks Islam klasik, mungkin dengan pengaruh gagasan modernis KH Ahmad Dahlan . Selanjutnya, beliau menimba ilmu di Pesantren Pondoh, Magelang, di bawah asuhan KH Ma'shum, yang dikenal karena kesalehannya (ke-walian) . Belajar dari seorang tokoh yang dikenal saleh menunjukkan fokus pada pengembangan spiritual, yang selaras dengan ketenaran Syaikh Ihsan di bidang tasawuf di kemudian hari. Kurikulum pesantren tradisional seperti Pondoh pada era itu sangat menekankan teks-teks agama klasik dan pembentukan karakter . Beliau juga sempat belajar sebentar di Pesantren Gondang Legi, Nganjuk . Kurikulum di Pesantren Gondanglegi kemungkinan mengikuti model tradisional, berfokus pada teks-teks agama dan mungkin tradisi lokal .   

Perjalanan pendidikan beliau mencapai puncaknya ketika beliau belajar di Pesantren Bangkalan, Madura, di bawah bimbingan KH Kholil al-Bangkalani (Syaikhona Kholil), seorang ulama yang sangat dihormati dan dikenal sebagai 'Guru Para Ulama'. Di sana, beliau hanya menghabiskan waktu dua bulan untuk mempelajari kitab Alfiyah Ibnu Malik (kitab tentang tata bahasa Arab) . Belajar dari tokoh yang sangat terkenal, meskipun hanya dalam waktu singkat, menunjukkan keinginan untuk mencapai tingkat ilmu keislaman tertinggi. Pesantren Syaikhona Kholil sangat berpengaruh, dan kurikulumnya sangat berakar pada ilmu-ilmu Islam tradisional, dengan penekanan kuat pada bahasa dan tata bahasa Arab, seperti yang terlihat dari studi spesifik Syaikh Ihsan tentang Alfiyah . Selain itu, beliau juga belajar di Pesantren Termas, Pacitan, di bawah asuhan KH Dimyati, adik dari Syaikh Mahfudz Termas . Ini semakin menunjukkan dedikasi beliau untuk mencari ilmu dari berbagai ulama terkemuka.   

Alasan di balik singkatnya masa tinggal beliau di berbagai pesantren adalah karena beliau lebih suka menyembunyikan identitasnya sebagai putra seorang kiai terkemuka dari Kediri. Setiap kali teman-temannya mengetahui latar belakangnya, beliau akan pindah ke pesantren lain . Hal ini menunjukkan tingkat kerendahan hati dan keinginan untuk diakui berdasarkan kemampuan sendiri, bukan status keluarga. Meskipun masa tinggalnya singkat, penguasaan beliau terhadap literatur Islam klasik sangat mendalam, yang kemungkinan besar disebabkan oleh ketekunan beliau dalam belajar, menghafal, dan belajar secara otodidak .   

Kontribusi Keilmuan: Karya-Karya Literer


Syaikh Ihsan Jampes memberikan kontribusi literer yang signifikan, yang ditulis dalam kapasitas beliau sebagai seorang ulama dan pemimpin pesantren . Karya-karya beliau sangat berakar pada peran beliau sebagai seorang cendekiawan dan pemimpin, menunjukkan bahwa tulisan-tulisan beliau bertujuan untuk memajukan pengetahuan Islam dan membimbing komunitas beliau.   

Karya utama beliau meliputi:

  • Tashrih al-Ibarat (Penjelasan Ungkapan): Sebuah syarah (komentar) atas kitab Natijat al-Miqat karya KH Ahmad Dahlan Semarang, diterbitkan pada tahun 1930, terdiri dari 48 halaman. Kitab ini membahas ilmu falak (astronomi) . Karya ini menunjukkan minat dan keahlian awal beliau dalam bidang astronomi, yang dibangun berdasarkan studinya dengan KH Ahmad Dahlan. Pilihan untuk mengomentari karya mantan gurunya menunjukkan rasa hormat dan kelanjutan wacana keilmuan.
  • Siraj ath-Thalibin (Pelita Para Pencari Ilmu): Sebuah syarah (komentar) yang komprehensif atas karya Imam al-Ghazali yang terkenal tentang tasawuf, Minhaj al-Abidin (Jalan Para Penyembah), diterbitkan pada tahun 1932, dengan tebal sekitar 800 halaman pada edisi pertamanya . Karya ini dianggap sebagai magnum opus beliau dan mendapatkan pengakuan luas, bahkan menjadi rujukan di universitas-universitas seperti Al-Azhar di Kairo. Hal ini menunjukkan pemahaman beliau yang mendalam tentang tasawuf dan kemampuannya untuk mengartikulasikan konsep-konsep teologis yang kompleks. Beliau bahkan dijuluki "Ghazali dari Timur" karena karya ini . Ketenaran kitab ini menunjukkan kontribusinya yang signifikan terhadap studi tasawuf di wilayah Nusantara dan sekitarnya.
  • Manahij al-Imdad (Metode-Metode Pertolongan): Sebuah syarah (komentar) atas kitab Irsyad al-'Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad karya Syaikh Zainuddin al-Malibari, diterbitkan pada tahun 1940, terdiri dari sekitar 1088 halaman. Kitab ini membahas tasawuf . Karya substansial lainnya tentang tasawuf ini menunjukkan keterlibatan beliau yang mendalam dan berkelanjutan dengan bidang ini. Panjangnya syarah ini (lebih dari 1000 halaman) menggarisbawahi kedalaman analisis dan wawasan beliau terhadap karya Syaikh Zainuddin al-Malibari.
  • Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan (Petunjuk Bagi Saudara-Saudara dalam Menjelaskan Hukum Meminum Kopi dan Merokok Tembakau): Sebuah adaptasi dalam bentuk puisi (nadzam) dengan komentar, yang membahas perspektif hukum Islam tentang kopi dan tembakau . Karya ini menunjukkan keterlibatan beliau dengan isu-isu sosial kontemporer dari sudut pandang hukum Islam, yang memperlihatkan penerapan praktis pengetahuan Islam beliau dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bentuk puisi (nadzam) menunjukkan upaya untuk membuat informasi lebih mudah diakses dan diingat oleh komunitas beliau. Hal ini juga mencerminkan kemungkinan adanya hubungan pribadi, karena beliau dilaporkan menikmati menonton wayang sambil ditemani kopi dan tembakau di masa mudanya . 

Karya-karya beliau, terutama Siraj ath-Thalibin, masih dipelajari di berbagai institusi pendidikan Islam di seluruh dunia, termasuk Universitas Al-Azhar . Hal ini menggarisbawahi dampak abadi dan relevansi keilmuan beliau. Beliau dikenal sebagai seorang yang tekun membaca dan menulis, mendedikasikan waktu luangnya untuk kegiatan-kegiatan ini . Keluaran tulisan beliau yang produktif adalah hasil dari pengejaran intelektual beliau yang berdedikasi. Kebiasaan membaca dan menulis yang terus-menerus mencerminkan komitmen yang mendalam terhadap keilmuan dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap pengetahuan Islam.   

Berikut adalah tabel yang merangkum karya-karya utama Syaikh Ihsan Jampes:

JudulTahun TerbitFokusDeskripsi
Tashrih al-Ibarat1930AstronomiKomentar atas Natijat al-Miqat karya KH Ahmad Dahlan Semarang, membahas astronomi.
Siraj ath-Thalibin1932TasawufKomentar komprehensif atas Minhaj al-Abidin karya Imam al-Ghazali tentang tasawuf.
Manahij al-Imdad1940TasawufKomentar atas Irsyad al-'Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad karya Syaikh Zainuddin al-Malibari, berfokus pada tasawuf.
Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-DukhanTidak DiketahuiHukum IslamAdaptasi puisi dan komentar tentang hukum Islam mengenai kopi dan tembakau

Kepemimpinan dan Pengembangan Pondok Pesantren Jampes


Syaikh Ihsan Jampes mengambil alih kepemimpinan Pondok Pesantren Jampes pada tahun 1932, setelah wafatnya sang ayah pada tahun 1928 dan kepemimpinan sementara oleh pamannya, KH Kholil . Keengganan awal beliau untuk mengambil alih pesantren setelah wafatnya sang ayah mengindikasikan adanya masa persiapan atau mungkin preferensi terhadap kegiatan keilmuan beliau. Masa transisi kepemimpinan selama empat tahun di bawah KH Kholil menunjukkan adanya peralihan kepemimpinan yang hati-hati dalam keluarga .   

Di bawah kepemimpinan beliau, pesantren mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang signifikan. Jumlah santri meningkat drastis dari sekitar 150 menjadi lebih dari 1000 . Hal ini menunjukkan efektivitas kepemimpinan beliau dan meningkatnya reputasi pesantren di bawah asuhan beliau. Peningkatan jumlah santri yang substansial menunjukkan bahwa pendekatan beliau terhadap pendidikan dan kepemimpinan diterima dengan baik oleh masyarakat. Area pesantren juga diperluas hingga mencapai 1,5 hektar . Perluasan fisik ini mencerminkan bertambahnya jumlah santri dan kegiatan, yang membutuhkan lebih banyak ruang untuk akomodasi, ruang kelas, dan fasilitas lainnya. Beliau mendirikan Madrasah Diniyah Mafatihul Huda pada tahun 1942 untuk memformalkan dan menjadwalkan kurikulum pendidikan . Hal ini menunjukkan komitmen beliau untuk meningkatkan kualitas dan organisasi pendidikan Islam di pesantren. Pendirian madrasah formal mengindikasikan adanya pergerakan menuju sistem pendidikan yang lebih terstruktur, yang merupakan tren di beberapa pesantren pada masa itu.   

Beliau sangat berdedikasi kepada para santri dan pesantren, mengisi hari-harinya dengan mengajar, beribadah, dan menulis . Kehidupan beliau berpusat pada perannya sebagai seorang ulama dan pemimpin pesantren. Dedikasi ini mencerminkan peran tradisional seorang kiai dalam masyarakat Islam Indonesia, yang berfungsi sebagai pendidik dan pembimbing spiritual. Beliau juga dikenal karena kebijaksanaannya (hikmah) dan penguasaannya dalam pengobatan tradisional (ketabiban), sering menerima tamu yang mencari bantuannya . Hal ini mengungkapkan dimensi lain dari pengaruh beliau di luar keilmuan formal. Reputasi beliau sebagai seorang penyembuh dan sumber kebijaksanaan menunjukkan bahwa beliau memainkan peran penting dalam kesejahteraan sosial dan spiritual masyarakat luas.   

Pengaruh, Warisan, dan Murid


Pengaruh Syaikh Ihsan Jampes sebagai seorang ulama tasawuf dan ilmu keislaman lainnya sangat mendalam, terbukti dari luasnya studi terhadap karya-karya beliau . Karya-karya beliau menjembatani keilmuan Islam tradisional dengan kebutuhan zamannya, sehingga mendapatkan penghormatan baik di tingkat lokal maupun internasional. Fokus beliau dalam membuat konsep-konsep teologis yang kompleks menjadi lebih mudah diakses melalui syarah-syarahnya berkontribusi pada adopsi luas karya-karya tersebut dalam lingkungan pendidikan.   

Beliau diakui sebagai "Ghazali dari Timur" oleh para ulama di Timur Tengah karena wawasan mendalam dalam kitab Siraj ath-Thalibin . Julukan ini menyoroti tingginya penghargaan terhadap keilmuan beliau oleh otoritas Islam internasional. Hal ini menandakan bahwa karya beliau tentang tasawuf dianggap memiliki kedalaman dan wawasan yang sebanding dengan karya Imam al-Ghazali yang terkenal. Beberapa murid beliau yang terkemuka melanjutkan warisannya dalam menyebarkan ilmu keislaman melalui pesantren, di antaranya adalah Kiai Soim dari Tanggir Tuban, KH Zubaidi dari Mantenan Blitar, KH Mustholih dari Kesugihan Cilacap, KH Busyairi dari Sampang Madura, K Hambili dari Plumbon Cirebon, dan K Khazin dari Tegal . Keberhasilan murid-murid beliau dalam mendirikan institusi pendidikan sendiri menunjukkan efektivitas pengajaran beliau dan pengaruh beliau yang abadi pada pendidikan Islam di Indonesia. Murid-murid ini meneruskan ajaran-ajaran beliau dan berkontribusi pada jaringan keilmuan Islam yang lebih luas di wilayah tersebut.   

Peran dalam Revolusi Nasional Indonesia


Keterlibatan Syaikh Ihsan Jampes dan peran Pondok Pesantren Jampes selama Revolusi Nasional Indonesia (1945-1949) patut ditelusuri . Pesantren Jampes berfungsi sebagai titik transit dan tempat perlindungan yang penting bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia. Hal ini menyoroti peran institusi keagamaan sebagai pusat perlawanan dan dukungan selama perjuangan kemerdekaan. Pesantren menjadi tempat bagi para pejuang kemerdekaan untuk beristirahat, menyusun strategi, dan mencari berkah sebelum terlibat dalam perang gerilya melawan Belanda di Kediri . Syaikh Ihsan secara aktif mendukung perjuangan nasionalis dengan memberikan suaka dan dukungan spiritual kepada para pejuang. Hal ini menunjukkan keselarasan kepemimpinan agama dengan aspirasi nasionalis rakyat Indonesia. Beliau juga mengirimkan beberapa santrinya untuk bergabung dalam pertempuran melawan penjajah . Ini menunjukkan komitmen beliau terhadap perjuangan kemerdekaan di luar sekadar memberikan perlindungan. Hal ini menyoroti partisipasi aktif para ulama dan santri mereka dalam perjuangan fisik untuk kemerdekaan, mewujudkan semangat hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman) .   

Syaikh Ihsan memainkan peran strategis dengan menjaga hubungan baik dengan pasukan Indonesia dan Belanda. Beliau menggunakan koneksinya dengan Belanda untuk mendapatkan informasi yang kemudian beliau sampaikan kepada perlawanan Indonesia, sehingga melindungi para pejuang kemerdekaan dan penduduk setempat . Pendekatan beliau bersifat strategis dan bertujuan untuk melindungi para pejuang nasionalis dan masyarakat setempat tanpa menimbulkan kecurigaan dari pasukan kolonial. Pesantren juga menjadi tempat perlindungan bagi penduduk desa yang melarikan diri dari konflik . Hal ini menggarisbawahi peran institusi keagamaan sebagai pusat dukungan dan perlindungan masyarakat selama masa krisis.   

Tahun-Tahun Terakhir dan Wafat


Syaikh Ihsan Jampes wafat pada hari Senin, 25 Dzulhijjah 1371 Hijriah, yang bertepatan dengan bulan September tahun 1952 Masehi, pada usia 51 tahun . Usia beliau yang relatif muda saat wafat menunjukkan kehidupan yang didedikasikan untuk kegiatan keilmuan dan kemasyarakatan yang intens. Kepergian beliau merupakan kehilangan yang signifikan bagi komunitas keilmuan Islam di Indonesia. Beliau meninggalkan ribuan santri, seorang istri, dan delapan orang putra-putri . Hal ini menyoroti dampak pribadi dan komunitas beliau yang signifikan. Jumlah santri yang besar mencerminkan keberhasilan beliau sebagai seorang pendidik dan luasnya pengaruh pesantren beliau. Beliau dimakamkan di samping ayahnya di pemakaman keluarga khusus di Desa Putih . Hal ini menandakan pentingnya beliau dalam keluarga dan komunitas beliau. Dimakamkan di samping ayahnya, pendiri pesantren, menggarisbawahi peran beliau sebagai penerus dan tokoh kunci dalam warisan keluarga.   

Kesimpulan

Syaikh Ihsan Jampes merupakan seorang ulama Indonesia yang luar biasa, yang hidupnya ditandai dengan pengejaran ilmu yang tak kenal lelah, kontribusi keilmuan yang signifikan, kepemimpinan yang transformatif di Pondok Pesantren Jampes, dan peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Warisan beliau terus hidup melalui karya-karya beliau yang berpengaruh, keberhasilan murid-murid beliau, dan perkembangan pesantren yang beliau asuh. Sebagai seorang tokoh yang dihormati baik di tingkat nasional maupun internasional, Syaikh Ihsan Jampes tetap menjadi sumber inspirasi dan tokoh penting dalam sejarah Islam dan Indonesia.

(Ahmad Khamami)
Today | 6, April 2025