Kiai Haji Nahrowi Dalhar: Biografi Lengkap, Perjuangan, dan Warisan Ulama Kharismatik dari Magelang

Unknown

Kiai Haji Nahrowi Dalhar, yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Dalhar, merupakan figur sentral dalam sejarah Islam dan perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Kehidupan beliau diwarnai dengan pencarian ilmu yang mendalam, praktik spiritual yang intens, serta dedikasi yang tinggi terhadap kemerdekaan bangsa. Warisan beliau berupa ilmu pengetahuan, pesantren yang beliau asuh, dan pengaruh spiritualnya terus membekas hingga kini.


Kiai Haji Nahrowi Dalhar: Biografi Lengkap, Perjuangan, dan Warisan Ulama Kharismatik dari Magelang
Kiai Haji Nahrowi Dalhar (Mbah Dalhar Watucongol)


Pendahuluan: Mengungkap Kehidupan dan Pengaruh Abadi Kiai Haji Nahrowi Dalhar

Kiai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah Dalhar Watucongol adalah salah satu waliyullah yang sangat dihormati dan masyhur di Jawa Tengah. Beliau dikenal luas di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Magelang, sebagai seorang ulama karismatik dan mursyid Tarekat Syadziliyah. Kehidupan dan perjuangan beliau tidak hanya relevan bagi umat Islam, tetapi juga bagi siapapun yang tertarik dengan sejarah dan perkembangan bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari informasi dan berita terkini di Indonesia, kisah hidup Mbah Dalhar memberikan wawasan berharga tentang peran ulama dalam pembentukan karakter bangsa dan perjuangan meraih kemerdekaan.


Masa Kecil dan Pendidikan Awal: Pembentukan Seorang Ulama Besar

Nahrowi, nama kecil Kiai Haji Nahrowi Dalhar, dilahirkan pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 Hijriah, yang bertepatan dengan tanggal 12 Januari 1870 Masehi, di Watucongol, Muntilan, Magelang. Beliau lahir dalam lingkungan keluarga pesantren yang kuat tradisi keilmuan dan keagamaan. Ayahnya, Kiai Haji Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo, dikenal sebagai seorang mudda'i ilallah, yaitu seorang yang mengajak orang lain untuk mendekatkan diri kepada Allah. Garis keturunan beliau juga sangat terhormat; kakeknya, Kyai Abdurrauf, adalah seorang panglima perang yang gigih berjuang bersama Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda. Bahkan, silsilah keluarga Mbah Dalhar dapat ditelusuri hingga Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III, salah satu penguasa dari Kerajaan Mataram. 


Sejak kecil, Nahrowi mendapatkan pendidikan agama dan Al-Qur'an langsung dari ayahnya. Pendidikan awal ini menjadi fondasi yang kuat bagi perkembangan intelektual dan spiritual beliau di kemudian hari. Pada usia 13 tahun, Nahrowi memulai pendidikan mondok pertamanya di bawah bimbingan Mbah Kyai Mad Ushul (yang juga dikenal sebagai Kiai Muhammad Ushul III) di Mbawang, Ngadirejo, Salaman, Magelang. Di pesantren ini, beliau mendalami ilmu tauhid selama kurang lebih dua tahun. 


Keterkaitan Mbah Dalhar dengan keluarga terhormat yang memiliki sejarah panjang dalam perjuangan dan keagamaan memberikan pengaruh signifikan dalam membentuk identitas dan wibawanya. Hubungan beliau dengan keluarga kerajaan sekaligus tokoh perlawanan terhadap penjajah memberikan kedudukan sosial-politik dan spiritual yang unik. Warisan ini kemungkinan besar menanamkan dalam diri beliau rasa tanggung jawab dan jiwa kepemimpinan yang kuat. Perpaduan antara garis keturunan bangsawan dan sejarah perlawanan terhadap kolonialisme menunjukkan bahwa Mbah Dalhar lahir dalam keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan patriotisme. Latar belakang ini turut membentuk otoritas dan rasa hormat yang beliau peroleh dari masyarakat, menjadikannya seorang pemimpin alami dalam konteks spiritual dan sosial.


Perjalanan Menuntut Ilmu di Berbagai Pesantren: Memperdalam Pengetahuan Agama

Setelah menimba ilmu di bawah bimbingan Mbah Kyai Mad Ushul, pada usia 15 tahun, Nahrowi melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Pesantren ini diasuh oleh Syekh As-Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani, yang juga dikenal dengan sebutan Syekh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Di pesantren Al-Kahfi Somalangu, Mbah Dalhar menghabiskan waktu selama delapan tahun untuk belajar dan mengabdi. Beliau bahkan berkhidmah di kediaman pengasuh pesantren atas permintaan ayahnya.


Lamanya waktu yang dihabiskan Mbah Dalhar untuk belajar dan mengabdi di Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu menunjukkan dedikasi beliau yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan dan rasa hormat yang besar kepada para gurunya. Masa ini tidak hanya memberikan beliau pengetahuan agama yang luas, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kerendahan hati dan pengabdian, yang kemudian menjadi sangat penting dalam peran beliau sebagai seorang pemimpin spiritual. Delapan tahun menghabiskan waktu di pesantren, terutama dengan melayani kepala institusi, menandakan komitmen yang kuat terhadap pencarian ilmu dan kesediaan untuk belajar melalui studi formal dan pengalaman praktis. Perendaman yang berkepanjangan dalam lingkungan religius ini pasti telah membentuk karakter dan pemahaman beliau tentang ajaran Islam secara mendalam.

Menjelajahi Tanah Suci Mekah: Puncak Pencarian Ilmu: Bertahun-tahun Mendalami Agama di Jantung Islam

Perjalanan Mbah Dalhar dalam menuntut ilmu mencapai puncaknya ketika beliau berangkat ke Mekah pada tahun 1314 Hijriah atau 1896 Masehi. Keberangkatan ini atas perintah gurunya, Syekh As-Sayid Ibrahim, untuk menemani putra beliau, Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani, dalam mencari ilmu. Di Mekah, Mbah Dalhar berguru kepada Syekh Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani, seorang ulama yang juga menjabat sebagai mufti Syafi'iyyah di sana. Beliau belajar di bawah bimbingan Syekh Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani selama kurang lebih 25 tahun. Selama berada di tanah suci, Mbah Dalhar mendapatkan nama "Dalhar" dari gurunya, Syekh Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani.   


Masa belajar yang panjang di Mekah, pusat dunia Islam, di bawah bimbingan seorang ulama terkemuka seperti Syekh Sayyid Muhammad Babashol Al-Hasani, menunjukkan pendalaman ilmu agama Mbah Dalhar yang sangat signifikan dan paparan beliau terhadap tingkat keilmuan Islam tertinggi. Pengambilan nama "Dalhar" menandai titik penting dalam hidupnya, mengisyaratkan identitas baru dan mungkin pengakuan atas kemajuan spiritualnya oleh gurunya. Belajar di Mekah selama waktu yang begitu lama pasti memberikan Mbah Dalhar pemahaman yang mendalam tentang fikih Islam, teologi, dan spiritualitas. Dibimbing oleh seorang Mufti Mazhab Syafi'i akan memperkuat dasar beliau dalam tradisi hukum Islam yang utama. Pemberian nama baru oleh gurunya seringkali melambangkan peristiwa spiritual yang signifikan atau tahap baru dalam perkembangan seorang murid dalam tradisi Sufi.


Mursyid Tarekat Syadziliyyah dan Kehidupan Spiritual: Mengamalkan Sufisme dan Mendekatkan Diri kepada Allah

Selain mendalami berbagai cabang ilmu agama, Mbah Dalhar juga dikenal sebagai seorang mursyid Tarekat Syadziliyyah. Beliau menerima inisiasi dan ijazah kemursyidan dalam tarekat ini dari Syekh Muhtarom Al-Makki. Beliau juga menerima ijazah aurad Dalailul Khairat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Mbah Dalhar dikenal sangat tekun dalam menjalankan riyadhah (latihan spiritual) dan khalwat (pengasingan diri). Bahkan, diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukan khalwat selama tiga tahun di sebuah gua sempit, di mana beliau berpuasa dan hanya berbuka dengan tiga buah kurma dan seteguk air zamzam. Ketekunan beliau dalam riyadhah sangat dikenal. Kisah-kisah tentang kedekatan beliau dengan Allah juga banyak beredar, termasuk pertemuannya dengan Nabi Khidir.   


Peran Mbah Dalhar sebagai mursyid Tarekat Syadziliyyah menunjukkan keterlibatan beliau yang mendalam dalam dunia sufisme, dimensi mistis Islam yang berfokus pada pembersihan spiritual dan pengalaman langsung dengan Tuhan. Praktik spiritual beliau yang ketat, termasuk pengasingan diri dan puasa yang berkepanjangan, mendemonstrasikan komitmen beliau terhadap jalan ini dan kemungkinan besar berkontribusi pada reputasinya sebagai seorang waliyullah dengan kemampuan spiritual luar biasa (karomah). Penerimaan ijazah untuk menjadi seorang mursyid menandakan bahwa Mbah Dalhar mencapai tingkat pencapaian spiritual yang tinggi dalam tradisi Syadziliyyah, memenuhi syarat untuk membimbing orang lain di jalan Sufi. Deskripsi rinci tentang praktik riyadhah beliau menggambarkan intensitas disiplin spiritualnya, yang seringkali dipandang sebagai cara untuk memperoleh wawasan spiritual dan kedekatan dengan Tuhan dalam sufisme. Pertemuan dengan tokoh-tokoh yang dihormati seperti Nabi Khidir sering dikutip sebagai tanda status spiritual yang luar biasa dalam mistisisme Islam.


Peran Heroik dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia: Ulama yang Memimpin di Garis Depan

Setelah kembali dari tanah suci sekitar tahun 1900 Masehi, Mbah Dalhar melanjutkan pesantren yang diwariskan oleh leluhurnya di Watucongol, Muntilan, Magelang. Pesantren Watucongol kemudian menjadi markas penting dan tempat transit bagi para pejuang bambu runcing yang datang dari Yogyakarta dan wilayah Jawa Barat selama masa pra-kemerdekaan dan perang kemerdekaan. Terdapat kisah yang menceritakan tentang berkah asma hizb (wirid-wirid sakral) yang diberikan oleh KH Dalhar dan KH Subekhi kepada bambu runcing para pejuang sebelum mereka menyerang markas Belanda di Ambarawa. Mbah Dalhar juga memberikan pengaruh spiritual dan moral yang besar terhadap semangat para pejuang kemerdekaan, termasuk memberikan asma, doa-doa khusus, dan ijazah kekebalan.   


Pesantren Mbah Dalhar memainkan peran krusial tidak hanya sebagai pusat pembelajaran agama tetapi juga sebagai pusat gerakan kemerdekaan Indonesia. Pemberian berkah pada bambu runcing dan dukungan spiritual yang beliau berikan kepada para pejuang menyoroti pengaruh signifikan para pemimpin agama dalam memobilisasi dan menginspirasi masyarakat selama perjuangan kemerdekaan. Hal ini menunjukkan hubungan yang mendalam antara keyakinan agama dan identitas nasional dalam sejarah Indonesia. Transformasi pesantren menjadi lokasi strategis bagi pejuang perlawanan mengindikasikan keterlibatan aktif tokoh agama dalam kehidupan politik dan sosial bangsa. Tindakan Mbah Dalhar memberkati bambu runcing, senjata sederhana namun simbolis, memberikannya makna spiritual dan meningkatkan moral para pejuang, menggambarkan kekuatan iman di masa konflik.


Melahirkan Generasi Ulama Penerus: Jejak Pendidikan dan Pengaruh Intelektual

Kiai Haji Nahrowi Dalhar dikenal sebagai guru dari banyak ulama terkemuka di Indonesia. Beberapa murid beliau yang kemudian menjadi tokoh agama penting antara lain KH Mahrus Aly (Lirboyo), KH Dimyathi (Banten), KH Marzuki (Giriloyo), KH Ma'shum (Lasem), Abuya Ahmad Muhtadi Dimyathi, KH R. Abdul Qodir Munawwir (Al-Munawwir Yogyakarta), dan KH Hamim Tohari Djazuli (Gus Miek Ploso). Beliau memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Gus Miek, yang juga berguru kepada beliau dan memiliki ikatan spiritual yang kuat. Ajaran dan kepemimpinan beliau memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia melalui para muridnya.   


Warisan Mbah Dalhar melampaui masa hidupnya melalui para ulama berpengaruh yang beliau didik. Fakta bahwa banyak muridnya kemudian mendirikan atau memimpin pesantren terkemuka menunjukkan dampak mendalam dari ajaran beliau dan perannya dalam membentuk lanskap pendidikan Islam di Indonesia. Hubungan istimewanya dengan tokoh-tokoh seperti Gus Miek semakin menyoroti pengaruh spiritualnya. Keberhasilan dan keunggulan murid-murid Mbah Dalhar mengindikasikan kualitas pengajaran beliau dan kemampuannya untuk menginspirasi dan membimbing generasi penerus pemimpin Islam. Pendirian pusat-pusat pembelajaran baru oleh para muridnya memastikan kelanjutan dan penyebaran tradisi intelektual dan spiritualnya. Ikatan yang erat dengan Gus Miek, seorang tokoh yang sangat dihormati, menggarisbawahi signifikansi Mbah Dalhar sebagai seorang mentor spiritual.


Karya Tulis dan Kontribusi Keilmuan: Meninggalkan Warisan Intelektual yang Berharga

Kiai Haji Nahrowi Dalhar juga dikenal sebagai seorang penulis. Salah satu karya beliau yang cukup terkenal adalah Kitab Tanwir al-Ma'ani, yang membahas tentang keutamaan Syekh As-Sayyid Abu Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, yang merupakan Imam Tarekat Syadziliyyah. Karya-karya beliau ini turut memperkaya khazanah keilmuan Islam, khususnya dalam bidang tasawuf dan tarekat.   


Meskipun informasi dari berbagai sumber lebih banyak menyoroti biografi dan peran Mbah Dalhar dalam perjuangan kemerdekaan, penyebutan karya tulis beliau, terutama yang berkaitan dengan pemimpin Tarekat Syadziliyyah, menegaskan kontribusi intelektual beliau yang signifikan terhadap kajian Islam. Penelitian lebih lanjut terhadap karya-karya ini dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang ajaran dan interpretasi spesifik beliau. Tindakan menulis buku, terutama tentang tokoh dan prinsip penting dalam sebuah tarekat Sufi yang besar, menandakan pemahaman dan penguasaan Mbah Dalhar yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan Islam. Tulisan-tulisan ini berfungsi sebagai sumber daya abadi bagi mereka yang ingin belajar tentang sufisme dan tradisi Syadziliyyah, memperluas pengaruh beliau di luar murid-murid langsungnya.


Kisah-Kisah Karomah dan Keistimewaan: Bukti Kekuatan Spiritual dan Kedekatan dengan Ilahi

Di kalangan masyarakat luas, Mbah Dalhar dikenal memiliki banyak kisah karomah atau keistimewaan. Salah satu yang paling masyhur adalah kemampuan suara beliau yang dapat didengar hingga jarak 300 meter tanpa menggunakan pengeras suara. Beliau juga dikisahkan memiliki kemampuan untuk mengetahui lokasi makam waliyullah yang telah terlupakan. Selain itu, terdapat cerita tentang pidato singkat beliau di Muktamar NU ke-14 di Magelang, yang meskipun ringkas namun sangat bermakna dan mampu memotivasi banyak orang untuk bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU).   


Berbagai kisah tentang karomah Mbah Dalhar merupakan bagian penting dari citra populer beliau dan rasa hormat yang beliau ilhami. Kisah-kisah ini, terlepas dari kebenarannya secara historis, memperkuat status beliau sebagai seorang waliyullah dan menyoroti kepercayaan pada kekuatan spiritual beliau yang luar biasa. Anekdot tentang pidato singkat namun berdampak di konferensi NU menggambarkan kemampuan beliau untuk mempengaruhi orang secara mendalam, bahkan dengan sedikit kata-kata. Kisah-kisah karomah memainkan peran penting dalam hagiografi para sufi dan seringkali digunakan untuk menunjukkan kebesaran spiritual dan kedekatan mereka dengan Tuhan. Narasi-narasi ini berfungsi untuk menginspirasi iman dan devosi di antara para pengikut. Kisah pidato di Muktamar NU menyoroti karisma Mbah Dalhar dan kekuatan kehadirannya, bahkan dalam forum formal.


Pesantren Darussalam Watucongol: Pusat Pendidikan Islam yang Bersejarah: Melanjutkan Tradisi Keilmuan dan Spiritualitas

Pondok Pesantren Darussalam Watucongol memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Pesantren ini pertama kali didirikan oleh kakek Mbah Dalhar, Kyai Abdurrauf, kemudian dilanjutkan oleh ayah beliau, dan akhirnya diasuh oleh Mbah Dalhar sendiri. Pesantren ini memainkan peran penting sebagai pusat pendidikan agama dan pengembangan spiritual, di mana para santri tidak hanya mendalami ilmu agama tetapi juga belajar tentang akhlak mulia. Hingga saat ini, Pesantren Darussalam Watucongol terus berkontribusi dalam pembangunan sosial dan keagamaan di lingkungan sekitarnya.   


Keberlanjutan Pesantren Darussalam Watucongol melalui beberapa generasi keluarga Mbah Dalhar menggarisbawahi pentingnya pesantren ini sebagai pusat pembelajaran Islam dan bimbingan spiritual yang abadi. Peran historisnya dalam pendidikan dan perjuangan kemerdekaan menyoroti signifikansinya dalam tatanan sosio-religius di wilayah tersebut. Operasi pesantren yang berkelanjutan menandakan dampak abadi dari warisan Mbah Dalhar. Fakta bahwa pesantren telah diwariskan dan dipelihara oleh keturunan Mbah Dalhar menunjukkan komitmen yang kuat untuk melestarikan warisan pendidikan dan spiritual beliau. Fokus pesantren pada pembelajaran akademis dan pengembangan moral mencerminkan pendekatan holistik terhadap pendidikan Islam. Kontribusi berkelanjutannya kepada masyarakat setempat menunjukkan relevansi dan vitalitasnya yang berkelanjutan.


Kiai Haji Nahrowi Dalhar dalam Kenangan dan Penghormatan: Haul dan Ziarah sebagai Bukti Cinta Umat

Kiai Haji Nahrowi Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadan 1890 – Jimakir (1378 Hijriah), yang bertepatan dengan tanggal 8 April 1959 Masehi. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman Gunungpring, Watucongol, Muntilan, Magelang. Setiap tahun, diadakan acara haul (peringatan tahunan wafatnya) di akhir bulan Syaban di kompleks Pesantren Darussalam Watucongol dan pemakaman Gunungpring sebagai bentuk mengenang jasa-jasa beliau. Makam Mbah Dalhar juga ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari mancanegara, seringkali sebagai bagian dari rangkaian ziarah Wali Songo.   


Acara haul tahunan dan aliran peziarah yang terus-menerus mengunjungi makam Mbah Dalhar adalah bukti kuat rasa hormat dan cinta yang abadi dari komunitas Muslim di Indonesia dan sekitarnya. Praktik-praktik ini menyoroti pengaruh spiritual beliau yang langgeng dan kepercayaan pada berkah (barakah) yang terkait dengan mengunjungi tempat peristirahatan terakhir beliau. Integrasi makam beliau ke dalam rute ziarah Wali Songo semakin menggarisbawahi signifikansi beliau dalam lanskap spiritual Islam Jawa. Peringatan hari wafat seorang tokoh agama dengan pertemuan besar menunjukkan pentingnya tokoh tersebut bagi para pengikutnya. Tindakan ziarah ke makam seorang wali adalah praktik umum di banyak tradisi agama, termasuk Islam, di mana diyakini membawa manfaat spiritual dan menghubungkan pengunjung dengan warisan tokoh yang dihormati. Masuknya Mbah Dalhar dalam rute ziarah Wali Songo, meskipun bukan salah satu dari sembilan wali asli, menandakan status beliau yang tinggi dalam lanskap spiritual Islam Jawa.


FAQ: Pertanyaan Umum Seputar Kiai Haji Nahrowi Dalhar

  • Siapa sebenarnya Kiai Haji Nahrowi Dalhar? Kiai Haji Nahrowi Dalhar, atau Mbah Dalhar, adalah seorang ulama kharismatik dari Magelang, Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai mursyid Tarekat Syadziliyyah, pejuang kemerdekaan, dan pendiri Pondok Pesantren Darussalam Watucongol.
  • Apa saja peran penting beliau dalam sejarah Indonesia? Beliau memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan menjadikan pesantrennya sebagai markas pejuang dan memberikan dukungan spiritual. Beliau juga merupakan ulama yang sangat dihormati dan menghasilkan banyak murid yang menjadi tokoh agama terkemuka.
  • Di mana lokasi Pesantren Darussalam Watucongol? Pesantren Darussalam Watucongol terletak di Desa Gunungpring, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Pesantren ini memiliki sejarah panjang dan didirikan oleh kakek Mbah Dalhar.
  • Siapa saja murid-murid terkenal Mbah Dalhar? Beberapa murid terkenal beliau antara lain KH Mahrus Aly (Lirboyo), KH Dimyathi (Banten), KH Marzuki (Giriloyo), KH Ma'shum (Lasem), dan KH Hamim Tohari Djazuli (Gus Miek Ploso).
  • Bagaimana silsilah keluarga beliau? Silsilah keluarga Mbah Dalhar sangat terhormat, dengan garis keturunan yang tersambung hingga Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III dari Kerajaan Mataram. Kakek beliau juga merupakan panglima perang Pangeran Diponegoro.


Kiai Haji Nahrowi Dalhar: Inspirasi Abadi bagi Generasi Muslim Indonesia

Kiai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah Dalhar adalah sosok ulama yang luar biasa. Beliau bukan hanya seorang ahli agama yang mendalam, tetapi juga seorang mursyid yang membimbing banyak orang menuju spiritualitas yang lebih tinggi, seorang pejuang yang gigih membela kemerdekaan bangsa, dan seorang pendidik yang melahirkan generasi ulama penerus. Warisan beliau yang berupa ilmu pengetahuan, pesantren yang terus berdiri kokoh, dan pengaruh spiritual yang abadi menjadikan Mbah Dalhar sebagai inspirasi bagi generasi Muslim Indonesia hingga kini. Keteladanan beliau dalam keilmuan, spiritualitas, semangat perjuangan, dan dedikasi terhadap umat patut untuk terus dikenang dan diteladani.

Silsilah Keluarga Kiai Haji Nahrowi Dalhar

|---|---| 

| Kakek Buyut | Hasan Tuqo (Raden Bagus Kemuning), keturunan Sunan Amangkurat III |

| Kakek | Abdurrauf, Panglima Perang Pangeran Diponegoro

| Ayah | Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo

| Kiai Haji Nahrowi Dalhar (Mbah Dalhar) | 


Murid-Murid Terkemuka Kiai Haji Nahrowi Dalhar

|---|---| 

| KH Mahrus Aly | Pendiri Universitas Islam Tribakti Lirboyo, Kediri

| KH Muhammad Dimyati al-Bantani (Abuya Dimyati) | Banten

| KH Ahmad Marzuqi Romli | Giriloyo

| KH Ma'shum | Lasem

| Abuya Ahmad Muhtadi Dimyathi |

| KH R. Abdul Qodir Munawwir | Pengasuh Pesantren Al-Munawwir, Yogyakarta

| KH Hamim Tohari Djazuli (Gus Miek Ploso) | 

| KH Iskandar | Salatiga

| KH Ahmad Abdul Haq | Putra Mbah Dalhar, Pengasuh Pesantren Darussalam Watucongol